05 Oktober 2015

Untuk Yang Selalu Mengira Saya Tak Lagi Mencintainya

Sejak saat kita tak lagi bertegur sapa, aku sering diam-diam menatapmu,
dari sudut yang tak pernah kau tahu. Kuterima diammu dengan cuma-cuma, kubalas sikap dinginmu tanpa banyak suara. Kuhargai semua bisumu yang hanya bisa munculkan tanya.
Aku ingin tahu, apa sesungguhnya yang ada dalam hatimu? aku masih ingat kita pernah begitu hangat. aku dan kamu sudah begitu asik dengan yang kita jaga selama ini. Sebentar, sebentar, kita jaga? Apakah memang benar-benar kita jaga? Ataukah hanya aku yang berjuang menjaga “kita” sendirian? Dan, enggan berhenti sebelum kesakitan?

Aku ingat percakapan kita kala itu, kata-kata di dalamnya tak pernah kulupa. Kalau aku bisa minta pada Tuhan untuk menyimpan semua dengan sangat rapi dan bisa mengulang peristiwa manis itu untuk kesekian kali, aku tak segan-segan berkorban apapun asal kita bisa seperti dulu lagi. Tidak menjauh seperti ini.

Tapi, sekarang bukan lagi seperti dulu. Kamu tiba-tiba menjauh tanpa alasan yang tak kupahami. Aku ingat, sekitar bulan Agustus, dua ribu Lima Belas , kita tak ada lagi komunikasi. Kabarmu hanya kucuri-curi dari Notif BBM, beritamu hanya kudengar dari hasil bertanya ke sana dan ke sini. Jujur, kalau kau mau tahu, aku tersiksa beberapa bulan ini. Terutama ketika bertemu denganmu, ketika
menerima kenyataan bahwa kita telah berbeda. Kita bertemu setiap hari, setiap hari juga kulihat sosokmu yang tak bisa kusentuh, setiap hari juga aku terus bisu—berusaha tak bertanya soal perubahan sikapmu yang membuatku hampir meledak karena tak kunjung mengerti pikiranmu.

Apa yang bisa kulakukan agar aku tetap bertahan? Kularikan rasa rinduku ke dalam tulisan. Di sana aku bisa menangis pilu tanpamembuat tuli telingamu. Aku rindu kamu dan kamu nampaknya tak pernah tahu betapa selama ini, aku tak bisa berbuat banyak selain menunggu kamu bicara lebih dulu. Aku selalu kuat membisu, meskipun rasanya ini bodoh, entah mengapa aku tak ingin melupakanmu.

Kalau aku punya keberanian lebih, rasanya aku ingin bertanya sesuatu padamu. Seberapa butakah matamu sehingga kau tak melihat perhatianku? Seberapa matinya perasaanmu hingga kau tak sadar ada seseorang yang berjuang untukmu? Mengapa kau mudah mengakhiri yang kupikir bisa berjalan lebih lama dari ini?

Kamu ini tega sekali, kamu tahu tidak rasanya jadinya perempuan yang memikul beban karena cintanya hilang tanpa ada alasan yang jelas Apa kamu tahu rasanya jadi aku, yang terus bertanya-tanya soal perasaanmu?

Apa kautahu rasanya bertemu dengan orang yang kau cintai, setiap hari, namun kau harus bertingkah seakan tak ada rasa, seakan kau sudah lupa, seakan semua tak pernah terjadi? Ku alami rasa sakit itu setiap hari ~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar